Perdana di 2012, Kajian Ahad Pagi Masjid Syuhada

Meski kondisi lembaga dakwah ini sedang dalam masa transisi (belum terlaksananya pergantian kepengurusan), Mardinus...

Amanat Ir. Soekarno sebagai Presiden RI

...pada hari ini telah dapat diletakkan batu-pertama bagi masjid Syuhada’ di Jogyakarta. Saya harap...

Islam Agama Ilmu Pengetahuan

Tidak ada kata dalam Islam yang menyamai kata Al-’Ilm dalam kedalaman makna dan keluasan penggunaannya. Bahkan, ...

Profile Masjid Syuhada

Diakhir tahun 1949, saat Ibu Kota RI di Yogyakarta, berlangsung perundingan antara delegasi Indonesia dan Belanda...

TK Masjid Syuhada Bakti Pendidikan

... program ini juga ditujukan untuk menumbuhkan jiwa sosial siswa/siswi TKMS...

Pages

28 Nov 2011

“ISLAM AGAMA ILMU PENGETAHUAN”


Oleh: Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA*
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدٰناَ لِهـٰـذَا وَ مَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لَا أَنْ هَدٰنَا اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلـٰـهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَلّـٰـلهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلـٰـى هـٰـذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَ عَلـٰـى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ وَ أَصْحَابِهِ الرَّاشِدِيْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالـٰـى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْااتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوْا الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Para Hadirin Sidang Jum’at Yang Berbahagia
Pertama-tama seperti biasanya tentu marilah kita memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT., yang tiada pernah henti-hentinya melimpahkan karunia dan nikmat-Nya kepada kita, antara lain nikmat kesehatan. Sehingga dengan nikmat itu, Alhamdulillah kita dapat menunaikan kewajiban mingguan kita berupa Ibadah Jum’at. Shalawat dan salam juga tidak lupa kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW., yang 14 abad yang lampau telah berjuang menegakkan kalimat tauhid, kalimat iman, dan kalimat Islam agar menjadi bimbingan bagi umat manusia hingga akhir zaman.

Para Hadirin Sidang Jum’at Yang Berbahagia
Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu yang pertama yaitu surat Iqra atau surat Al-‘Alaq. Melalui wahyu pertama ini, beliau dan seluruh umatnya  diperintahkan untuk melakukan pembacaan, yang juga bisa dimaknai sebagai suatu pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, Islam dengan sumber pokoknya Al-Qur’an adalah suatu agama yang mendukung pengembangan ilmu dan teknologi. Tidak berlebihan bila kita mengatakan bahwa Al-Islam dapat disebut sebagai Agama Ilmu. Seorang orientalis bernama Frans Rogental meneliti dan menyatakan bahwa: “Ilmu merupakan salah satu konsep yang mendominasi Islam, memberi bentuk dan kompleksitas kepada peradaban penganutnya. Tidak ada kata dalam Islam yang menyamai kata Al-’Ilm dalam kedalaman makna dan keluasan penggunaannya. Bahkan, tidak juga kata seperti kata tauhid, Ad-Din dan semacamnya. Tidak ada cabang dari kehidupan intelektual, keagamaan, politik bahkan keseharian seorang muslim biasa, yang tidak tersentuh oleh suatu sikap yang meluas terhadap pengetahuan sebagai suatu unsur yang memiliki nilai amat tinggi bagi eksistensi seorang muslim. Al-’Ilm atau ilmu adalah Islam itu sendiri. Sekalipun para teolog mungkin tidak menyetujui ketepatan penyamaan tersebut. Kenyataan kegandrungan Umat Islam awal dalam mendiskusikan konsep Al-’Ilm, merupakan bukti arti penting dari konsep tersebut di dalam agama Islam”. Demikianlah hasil penelitian seorang orientalis, Frans Rogental, dalam memangdang peradaban Islam. Mungkin itu kedengaran berlebihan, tapi mari kita lihat berikut ini.

Kenyataan ini dapat dilihat pertama-tama dalam Al-Qur’an itu sendiri sebagai kitab suci umat Islam. Di dalam Al-Quran terdapat 750 kata yang berakar dari Al-’Ilm. Artinya, di dalam al-Qur’an terdapat 750 kata ilmu dengan berbagai turunannya. Seperti ‘alim, ‘ulama, ya’lamuun, ta’lamuun dan sebagainya. Yang mewakili satu persen dari jumlah vocabulary Al-Qur’an yang berjumlah kurang lebih 78.000 buah. Dalam Al-Qur’an juga terdapat ajaran yang menjunjung tinggi ilmu. Seperti firman Allah di dalam al’Qur’an,
...يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَات...  (المجادلة: ١١)

“Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu beberapa derajat...”
Dalam ayat lain Allah SWT. berfirman:
وَلَاتَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ... (الإسرآء: ٣٦)

“Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak punya pengetahuan atau ilmu tentangnya…”
Bahkan, ayat Al-Qur’an pertama kali yang turun adalah mengenai perintah membaca yang dapat berarti dorongan pada perkembangan ilmu pengetahuan. Di dalam hadist-hadist Nabi, sebagai penjelas dan penafsir Al-Qur’an terdapat dorongan untuk menuntut ilmu yang selaras dengan penekanan arti penting ilmu di dalam al-Qur’an. Dalam salah satu hadistnya, Nabi Besar Muhammad SAW. bersabda :
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menempuh suatu jalan yang disitu ia mencari atau menuntut ilmu pengetahuan maka nanti Allah akan memudahkan jalan baginya menuju ke dalam surga” . (H.R. Imam At-Tirmidzy).
Di dalam hadits yang lain Nabi Muhammad SAW. juga bersabda:
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ

“Barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia akan berada di jalan Allah sampai ia kembali”. (H.R. Al-Hakim dan Ibn Hibban).
Selain dari itu, Nabi juga melarang menyembunyikan ilmu. Bahkan beliau bersabda:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا اَلْجَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ.

Yang artinya: “Barang siapa menyembunyikan ilmu nanti di hari akhirat Allah akan mengekang (mengikat) orang itu dengan tali yang berasal dari api neraka”.
Berbagai kitab hadits seperti yang dikutip di atas tadi dan kitab-kitab hadits lain selalu mempunyai bab tentang Kitabul ‘Ilmi. Kitab-kitab yang membahas cabang ilmu pengetahuan tertentu dalam Islam seperti kitab-kitab ilmu kalam selalu memulai pembahasannya dengan pendefinisian ilmu. Jadi kalau kita membaca khazanah kitab-kitab kalam klasik selalu dimulai dengan ta’riful ‘ilm, definisi tentang ilmu pengetahuan. Demikian juga dengan kitab ushul fiqih, kitab ilmu mantiq dan kitab-kitab lain. Ini semua menggambarkan etos keilmuan yang diajarkan oleh agama Islam terutama sekali melalui kitab suci-Nya, Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an juga terdapat berbagai wacana tentang ilmu. Antara lain adalah wacana yang mewajibkan Umat Islam untuk menuntut ilmu. Allah Swt berfirman di dalam Q.S. At-Taubah ayat 122 yang artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka itu beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu bisa menjaga diri”.

Ayat ini dijadikan dasar oleh para ulama fiqih untuk menyatakan bahwa hukum menuntut ilmu itu adalah wajib. Orang beriman dan berilmu mempunyai kedudukan dan derajat yang tinggi disisi Allah telah disampaikan sebelumnya pada firman Allah Q.S. Al-Mujadalah:11.
Di dalam al-Qur’an terdapat sejumlah pernyataan yang pemahamannya memerlukan berbagai cabang pengetahuan seperti pernyataan tentang penciptaan alam yang memerlukan ilmu pengetahuan alam, tentang pergerakan benda langit yang memerlukan ilmu astronomi, tentang makhluk dan kehidupannya yang memerlukan pengetahuan biologi, tentang laut, air, gunung, tumbuh-tumbuhan, hewan, kejadian manusia dan lain sebagainya yang memerlukan dan sekaligus mendorong pengembangan ilmu. Umat Islam generasi awal menangkap semangat keilmuan ini dan menjadikannya sebagai etos yang menyemangati peradaban mereka. Betapa kuatnya etos keilmuan Umat Islam awal tercermin dalam semboyan-semboyan mereka yang terkadang dianggap sebuah hadits. Misalnya: 
أُطْلُبُ الْعِلْمَ وَ لَوْ بِالصِّيْنِ

“Tuntutlah ilmu sekalipun sampai ke negeri China”.
Teks itu bukanlah sebuah hadits, tetapi adalah sebuah qaul (perkataan) dari para ulama yang lama-kelamaan diangkat dan dianggap sebagai sebuah hadits. Jadi ini adalah hadits yang dha’if. Tapi meskipun demikian, jika dilihat dari aspek sosiohistoris, ini adalah rekaman tentang etos keilmuan umat pada zaman itu. Mereka sangat menekankan penuntutan ilmu walaupun sampai di negeri China. Karena negeri China pada saat itu dikenal memiliki peradaban yang tinggi. Bahkan sekarang pun peradaban itu juga nampaknya akan kembali lagi disandang China. Para ahli berpendapat, “sekarang ini dunia sedang mengalami pergeseran geoperadaban dari bumi belahan barat ke negeri China.

Dengan etos umat seperti tersebut, Islam dapat berkembang dengan cepat ke berbagai penjuru dan membebaskan peradaban dunia zaman itu dari kejahilan. Dengan etos seperti ini pula kebudayaan Islam kemudian menjadi mercusuar perkembangan ilmu pengetahuan di masa lampau. Di dalamnya lahir ilmuan-ilmuan terkemuka dalam banyak cabang ilmu pengetahuan.

Ada beberapa hal yang mungkin dapat dianggap sebagai faktor pendorong perkembangan ilmu dalam kebudayaan di masa lampau.
Pertama, adalah dorongan ajaran agama itu sendiri. Sebagaimana tadi dikemukakan di dalam sejumlah teks Al-Qur’an dan teks hadits.
Kedua, karena kegandrungan para penguasa, khususnya para Khalifah terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga mereka mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan mendekatkan para ilmuan dan ulama ke istana mereka.  Kegandrungan para Khalifah ini juga disebabkan oleh beberapa sub-faktor lagi. Faktor pertama, tentu adalah karena semangat keilmuan yang diajarkan oleh Islam itu sendiri seperti tadi dikemukakan. Kedua, adanya prestise yang diperoleh dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan berhimpunnya para ilmuwan di sekeliling istana. Ketiga, ilmu pengetahuan itu dan juga kehadiran para ulama di sekitar istana merupakan sumber legitimasi yang besar bagi kekuasaan para khalifah. Itulah yang mendorong mereka bergairah untuk mengembangkan ilmu.
Ketiga, adanya sikap terbuka umat dan sikap kreatif khususnya para cendekiwan saat itu terhadap peradaban lain yang bersumber kepada suatu pandangan dunia yang bersifat open minded dan optimistic yang melihat dunia sebagai suatu karunia ilahi yang baik yang harus dimanfaatkan dan dikelola sedemikian rupa. Bukan sebagai sesuatu yang jahat dan terbuang dari rahmat illahi dan karenanya dikutuk dan harus dijauhi. Sifat terbuka dan open minded ini telah membebaskan umat dari suatu bentuk ketertutupan diri dan konservatisme yang melumpuhkan dinamika. Pandangan dunia Umat Islam yang open minded yang dipegang oleh umat saat itu telah membuat Islam terbuka terhadap peradaban manapun dan membuat mereka kreatif dan proaktif dalam mengelola bahan-bahan budaya dari peradaban lain, sehingga dengan semangat itu ilmu pengetahuan berkembang pesat di dalam peradaban Islam.
Keempat, adalah dukungan ekonomi altruistik yang memadai dari sektor perwakafan. Di zaman klasik dan zaman tengah Islam, wakaf memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan dan riset ilmiah. Perguruan-perguruan merupakan tempat belajar ilmu pengetahuan gratis karena dukungan dana wakaf. Al-Ghazali, seorang ilmuwan yang terkenal itu menceritakan tentang dirinya, bahwa dia dengan adiknya Ahmad Al-Ghazali ditinggal mati oleh ayahnya dalam keadaan miskin. Mereka terpaksa masuk madrasah atas saran pengasuhnya yang juga miskin. Bukan untuk menuntut ilmu melainkan untuk bisa memperoleh jatah makan secara gratis. Jadi mereka masuk ke madrasah itu niat awalnya untuk mendapatkan makan secara gratis.

Poinnya disini adalah bahwa di zaman lampau para ulama berinisiatif mengembangkan wakaf-wakaf, sehingga dana-dana pendidikan dapat digratiskan dan itulah juga faktor yang mendorong cepat berkembangnya ilmu pengetahuan di masa yang lampau. Sehingga Islam menjadi pusat dari pengembangan ilmu pengetahuan. Namun kemudian, yang mungkin kita sesalkan adalah terjadinya semacam kecelakaan sejarah.

Pada tahun 656 H/1258 M, kota Baghdad sebagai pusat peradaban Islam pada zaman itu diserang dan dihancurluluhkan oleh tentara Hulagu dari bangsa Mongol. Semua khalifah dan keluarganya dibunuh, termasuk ulama-ulama yang berada di sekitar istana.
Kemudian dua tahun berikutnya, pasukan Mongolia ini menyerbu lagi lebih ke arah barat dengan sasaran Afrika Utara. Meskipun pada 658 H/1260, mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Bangsa Mamluk. Kerajaan Mamluk inilah yang meneruskan kerajaan khalifah Abbasiyah yang hancur di Baghdad. Para penguasa Mamluk ini pada dasarnya adalah penguasa-penguasa yang sangat ‘alim dan sangat menghormati ajaran Islam. Oleh karena itu kebijakan mereka pun adalah mengembangkan ilmu pengetahuan sedemikian rupa. Pada zaman mereka inilah lahir para ulama yang kita kenal seperti Ibn Taimiyah dan muridnya Ibn Qayyim. Lahir pula ahli hadist seperti Imam ibn Hajar Al-Atsqalani, sebelumnya juga ada Imam An-Nawawi. Termasuk pada periode ini turut memberikan kontribusi atas lahirnya tokoh sejarawan terkenal yakni Ibn Khaldun.

Tetapi apa yang kita maksud dengan kecelakaan sejarah itu tadi adalah bahwa para penguasa Mamluk ini hanya mengembangkan ilmu pengetahuan keagamaan. Mereka tidak mengembangkan ilmu pengetahuan umum yang dulu pada abad ke-2, ke-3 dan ke-4 H menjadi objek pengembangan oleh para khalifah sebelumnya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan sangat maju sekali. Para sejarawan mengatakan periode ini adalah periode yang paling kreatif  di dalam tulis-menulis karya keagamaan Islam. Tetapi juga adalah periode paling mandul di dalam pengembangan ilmu kealaman dan ilmu sosial lainnya. Inilah yang kita maksud dengan kecelakaan sejarah, sehingga pada akhirnya kita yang hidup di belakang hari sekarang ini menerima hukum sejarah. Karena tidak mengembangkan sains dan teknologi dari sejak dulu maka sekarang kita menjadi pilar dari masyarakat dunia yang paling goyah. Termasuk di bidang ekonomi apalagi dalam bidang ilmu pengetahuan.

Kalau kita lihat dalam keadaan sekarang, perosentase umat muslim di seluruh dunia itu mewakili 22,9 % dari seluruh populasi dunia. Jadi hampir ¼ dari kurang lebih 6 miliyar penduduk dunia adalah muslim. Proporsi science and technical manpower-nya hanya mewakili 3,7 % dan research and development manpower-nya hanya 1,1 %. Meskipun 3 universitas terbesar dunia berada di dunia Islam, seperti universitas Qairawan di Maroko, Al-Azhar di Mesir dan Nidzamiyah di Iran, namun, dari 100 universitas terkemuka di dunia tidak satupun yang mewakili dunia muslim. Inilah suatu ironi yang di alami oleh umat Islam sekarang ini.

Salah seorang pengamat dalam tulisannya yang berjudul “Why Don’t The Muslim World Leak In Sains” menyatakan sejumlah faktor penyebab ketertinggalam umat muslim dalam penguasaan sains. Ia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Umat Islam. Pertama, melakukan satu usaha jangka panjang. Kedua, mengurangi otoritarianisme dalam sistem kekuasaan. Ketiga, harus ada usaha yang serius untuk merekonsiliasikan keimanan dan akal. Ini beberapa hal yang diusulkan. Memang sekarang ini dunia Islam sedang bergolak, sedang menumbangkan penguasa-penguasa yang otoritarian. Di Indonesia, itu sudah terjadi kira-kira 10 tahun yang lampau, tapi banyak dunia muslim yang sekarang masih dalam situasi itu. Jadi, sebagai prasyarat untuk pengembangan ilmu di lingkungan Umat Islam kita memang harus menempuh jalan yang panjang. Tapi kita tidak boleh pesimis, kita harus optimis. Tidak ada yang mustahil selama kita selalu berdo’a kepada Allah SWT. Oleh karena itu, marilah kita melakukan refleksi ulang terhadap ajaran Nabi, iqra yang memerintahkan kita untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَ اسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.



*disampakan pada khutbah tanggal 25 Februari 2011 di Masjid Syuhada Yogyakarta


Penyunting:
Cucu Cahyana
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

4 Nov 2011

Cara Berqurban dan Esensinya


Oleh: Drs. H. Barmawi Mukri, SH., M.Ag
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَ الْإِسْلَامِ وَهُمَا أَعْظَمُ النِّعَمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ . اَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا الْإِخْوَانُ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَاللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى : لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَدِمَاؤُهَا وَلكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ . (الحج : ٣٧)

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Alhamdulillah wa syukru lillah, saat ini kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah, bulan dimana Umat Islam yang mampu dan diberikan kesempatan, atas izin Allah SWT., sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci Makkah. Semoga setelah mereka pulang kembali ke tanah airnya, masing-masing dapat menjadi haji mabrur. Bagi Umat Islam yang mampu secara finansial dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji diperintahkan untuk melakukan ibadah kurban, yaitu ibadah berupa penyembelihan hewan kurban. Penyembelihan hewan qurban ini bisa dilaksanakan mulai tanggal 10 Dzulhijjah setelah selesai Shalat Idul Adha sampai tanggal 13 Dzulhijjah sebelum terbenamnya matahari. Ibadah kurban ini ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan-Nya dan sebagai bukti orang bertaqwa. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Haj ayat 37 : 

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَدِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ . (الحج : ٣٧)

Artinya :
“Bukan daging dan bukan pula darah ternak kurban yang sampai kepada Allah, tetapi yang diterima adalah ketakwaanmu. Agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang diberikan kepadamu. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang selalu berbuat baik. (Q. S. Al-Haj:37)

Para Jama’ah Rahimakumullah
Setelah selesai Shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dulhijjah , Umat Islam yang mampu dianjurkan menyembelih hewan kurban berupa unta yang berumur 5 tahun, sapi atau kerbau yang berumur 2 tahun atau kambing yang berumur satu tahun. Binatang ternak yang sah dijadikan kurban adalah binatang unta, sapi, kerbau atau kambing yang sehat, tidak sakit, tidak cacat seperti buta, pincang, dan tidak mempunyai tanduk bagi sapi, kerbau atau kambing.

Penyembelihan hewan kurban mempunyai dua makna, yaitu makna vertikal dan horizontal. Makna vertikal yaitu bahwa penyembelihan hewan kurban itu untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan makna horizontal bahwa penyembelihan hewan kurban itu bersifat sosial, yaitu untuk membagikan daging kepada orang fakir dan miskin yang membutuhkan. Harapannya adalah agar terbangun solidaritas sosial.

Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban harus dipenuhi tatacara penyembelihan yang islami. Sebaiknya penyembelihan haruslah dilakukan oleh shohibul qurban. Kalau dia tidak bisa menyembelih dia harus menghadiri atau menyaksikan ketika hewan kurbannya itu disembelih. Hewan kurban yang akan disembelih dirobohkan dengan santun, dihadapkan ke kiblat, disembelih dengan pisau yang tajam, disunatkan sebelum menyembelih, penyembelih mengucapkan sholawat, basmallah, takbir dan berdo’a. 

١). بِسْمِ اللهِ وَ اللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْ فُلَان ......
٢). اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِسْمِ اللهِ وَ اللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَ إِلَيْكَ وَ تَقَبَّلْ هَذَا مِنْ ..... ..... .....

Artinya :
1)      Dengan menyebut nama Allah, dan Allah Maha Besar. Ya Allah kurban ini dari seseorang (yakni dari fulan)…
2)      Ya Allah berikanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah (apa yang hamba kurbankan) ini asalnya dari Engkau dan kembali kepada Engkau, maka itu terimalah hewan kurban ini dari … …

Setelah selesai disembelih dan hewan benar-benar mati, barulah dimulai untuk menguliti. Sohibul Qurban dapat memiliki maksimal sepertiganya dan lainnya dibagikan kepada kaum fakir miskin yang membutuhkan. Pekerja atau panitia berhak menerima bagian sebagai imbalan kerja. Sedangkan kulitnya menurut Sunan Abu Hamzah boleh dijual dan hasil penjualannya disedekahkan atau boleh untuk dibelikan barang yang bermanfa’at, seperti dibelikan kambing untuk dimasak dan dikonsumsi oleh panitia.

Setiap apa yang disyari’atkan Allah seperti penyembelihan hewan kurban tentu ada hikmahnya, antara lain yaitu :
1)      untuk mendekatkan diri kepada Allah;
2)      sebagai pernyataan syukur kepada Allah;
3)      sebagai media untuk menolong kaum fakir dan miskin;
4)      sebagai bukti kerelaan berkurban yang berwujud harta, tenaga dan pikiran.

Para Jama’ah Rahimakumullah
Esensi ibadah kurban yang pertama adalah mengorbankan apa yang dicintai. Dalam konteks Nabi Ibrahim A.S. adalah beliau mengorbankan anaknya yang bernama Ismail. Pengorbanan Nabi Ibrahim merupakan ujian yang besar. Yang disyari’atkan kepada Umat Islam untuk dijadikan kurban adalah hewan unta, sapi, kerbau atau kambing. Intinya sama, semua itu merupakan harta yang berharga bagi manusia.

Esensi ibadah kurban yang kedua adalah sebagai satu lambang agar manusia dapat menghilangkan sifat kebinatangan, yaitu, menghilangkan sifat tidak malu, tamak, rakus, ingin menang sendiri, serta sifat suka melanggar milik orang lain tanpa hak. Diharapkan dengan berkurban itu, kita semua, terutama para pemimpin, dapat menghilangkan sifat kebinatangan sebagaimana tersebut.

Esensi ibadah kurban yang ketiga adalah untuk berbagi kasih sayang kepada orang lain terutama kaum fakir miskin, karena, mereka ini memang membutuhkan pertolongan dan mempunyai hak untuk memperoleh pembagian daging kurban. Ini berarti bahwa berkurban itu mendidik agar seseorang mau mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.

Demikianlah, mudah-mudahan kita semua, Umat Islam diseluruh dunia diberikan kesempatan bertamu ke Baitullah untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima yaitu Ibadah Haji. Bagi yang belum diberikan kesempatan dan diberikan kemampuan financial, bisa melaksankan ibadah kurban agar bisa semakin dapat meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT. 

بَارَكَ اللهُ لِى وَ لَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِىْ وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَ اسْتَغْفِرُاللهَ لِيْ وَ لَكُمْ وَ السَّائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ


Penyunting:
Cucu Cahyana
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta